Waktu SD, saya ingat dulu guru
saya menerangkan pelajaran IPS dan
menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah termasuk negara agraris. Apa itu
negara agraris? Dulu, guru saya mengatakan bahwa negara agraris adalah negara
yang memiliki penghasilan besar dari pertanian, gampangnya bisa dibilang bahwa
negeri ini negeri pertanian.
Kalo waktu masih SD dulu, sih,
saya percaya aja waktu guru saya bilang gitu. Saya rasa memang bener, kok. Warga
kita banyak yang jadi petani, sawah yang kita punya luas, dan tanah kita subur.
Meskipun dulu saya belum ngerti berapa produksi padi per tahun kita, saya cukup
bisa memahami kalau negeri ini memang negeri pertanian. Dan saya rasa kalian
yang pernah hidup di jaman 1999-2005 juga bisa memahami itu. Kita semua sepakat
dengan pendapat tersebut.
Dulu? Iya dulu. Jika melihat
kondisi sekarang, rasanya aneh kalau menyebut negeri kita ini negeri agraris.
Saya nggak tau guru SD sekarang masih mengajarkan kepada seluruh muridnya bahwa
negeri ini negeri agraris atau tidak. Tapi, bagi saya, saya sudah tidak lagi
sependapat dengan hal tersebut. Mungkin beberapa dari kalian tidak sepakat.
Tapi, mari kita berpikir, apakah negeri ini masih layak disebut negara agraris?
Negara yang dulunya dianggap sebagai negeri pertanian, sekarang bahkan tidak
mampu memenuhi kebutuhan pangan negerinya sendiri. Impor sana-sini, tidak
mencerminkan negeri yang dalam sebuah lagu dianggap sebagai “kolam susu” itu.
Indonesia berencana mengimpor
500.000 ton beras dari Myanmar. Memangnya beras kita kenapa? Habis dimakan
siapa? Hama? Tikus? Tikus yang mana? Tikus yang berdasi itu? Saya heran, apa
yang menyebabkan keadaan ini? Lahannya sudah habis atau padinya yang nggak
layak dikonsumsi atau semua hasilnya dikorupsi? Kenyataannya, pertanian kita
benar-benar dalam kondisi yang buruk. Waktu saya baca buku sejarah, pak Harto
dulu sangat getol mengembangkan pertanian Indonesia. Bahkan Indonesia berhasil
mengekspor beras saat itu. Itu artinya, saat itu beras di Indonesia benar-benar
melimpah. Lalu sekarang, 15 tahun setelah pak Harto melepas jabatan sebagai
presiden, pertanian kita seolah tidak lagi berkutik. Tidak bisa diandalkan.
Jika lahan yang menjadi masalah,
seharusnya dibuat peraturan tentang larangan pembangunan di atas lahan-lahan
pertanian produktif. Kita harus sadar, negara ini benar-benar surge bagi
pertanian jika mengingat di negara lain banyak tanaman yang bisa ditanam
sebanyak di Indonesia. Negeri ini kaya, bukan hanya mineral, tapi juga
pertanian bahkan perairan. Jika benar-benar dimanfaatkan dengan baik, bukan
tidak mungkin kita menjadi negara agraris, maritim dan mineral sekaligus.
Bayangkan betapa sejahteranya negeri kita bila itu benar-benar terjadi.
Tetapi, jika masalahnya adalah
korupsi, sampai kapanpun negeri ini tidak akan bisa kembali berjaya. Jika
setiap kekayaan yang kita miliki dicuri oleh pemimpin-pemimpin kita sendiri
maka kapan kita bisa menjadi negara yang sejahtera? Yang akan sejahtera hanya
pemimpinnya. Padahal pemimpin itu memiliki kewajiban untuk mensejahterakan
rakyat. Lalu jika pemimpinnya korup, bagaimana rakyat sejahtera?
Saya hanya bisa berharap, semoga
negeri ini segera kembali berjaya melalui
sektor pertanian, laut dan mineral. Dan saya kira anda semua juga mengharapkan
hal yang sama. Maka dari itu, sebisa mungkin mari kita berusaha mensukseskan
negeri ini dan tetap menjadi orang yang bersih dari korupsi.

No comments:
Post a Comment